
ANJING YANG MALANG
Kisah ini menceritakan tentang seorang keluarga petani yang tinggal di suatu desa. Keluarga petani ini dikaruniai seorang anak perempuan yang berumur 6 bulan. Mereka juga memelihara seekor anjing yang mereka sangat sayangi. Anjing itu begitu pintar dan setia kepada majikannya. Ia bisa diandalkan untuk membantu pasangan petani tersebut di dalam menjaga sawah mereka. Mereka tidak perlu membuang waktu untuk menjaga burung-burung dan tikus-tikus yang akan merusak tanaman padi, karena si anjing setia akan mengusir burung-burung yang datang untuk melahap padi mereka. Karena kegesitannya, anjing yang setia itu selalu berhasil menangkap tikus-tikus nakal yang merusak tanaman padi dan mencabik-cabik tubuh mereka.
Pagi itu si petani bermaksud menjual hasil kebunnya ke kota, tetapi kali ini ia terpaksa harus mengajak istrinya ikut serta karena banyaknya hasil kebun yang mereka harus bawa ke pasar. Masalahnya sekarang, siapa yang akan menjaga si kecil yang baru berumur 6 bulan itu? “ Kan ada si anjing,” kata pak tani kepada isterinya. Maka berangkatlah pasangan suami isteri itu ke pasar dan mempercayakan penjagaan bayi mereka kepada si anjing setia. Toh selama ini kesetiaan dan kepintarannya telah teruji.
Setelah semua hasil kebun habis terjual, merekapun pulang ke rumah. Melihat majikannya datang, dari kejauhan si anjing menyalak, melompat-lompat sambil berputar-putar seolah ingin memberitahukan kepada majikannya, “ Cepat kemari, ada sesuatu yang telah terjadi!” Setelah dekat, suami-isteri itupun kaget bukan kepalang. Betapa tidak, mereka melihat moncong anjing berlumuran darah. “ Pastilah anjing ini sudah memakan bayi kita”, jerit isteri petani histeris. Serta merta pak tani mengambil kayu. Sambil mencaci maki si anjing, “ Anjing kurang ajar, tidak tahu di untung, teganya kau memakan bayi kami.” Sekuat tenaga petani itu memukulkan kayu ke atas kepala si anjing. Anjing itupun sempoyongan, menggong lemah dan memandang tuannya dengan mata sayu, setelah itu ia rebah tak bernyawa di dekat kaki tuannya.
Suami istri itu bergegas ke dalam rumah dan disana mereka melihat bayi kecil mereka sedang tidur terlelap. Di bawah ayunan si bayi, tampak bangkai ular besar dengan darah yang berceceran di tanah bekas gigitan si anjing. Suami isteri itupun duduk terkulai. Penyesalan mendera hati mereka karena telah membunuh anjing setia yang justru telah menyelamatkan bayi mereka dari serangan ular besar.
Cerita ini kembali kepada pengajaran firman Tuhan tentang bagaimana kita harus menguasai diri sepenuhnya dan tidak cepat emosi yang tidak terkendali. Marilah kita melatih diri untuk mengendalikan emosi, sehingga kita tidak melakukan tindakan yang bodoh.
Orang yang tidak bisa marah adalah orang yang bodoh, tetapi orang yang tidak mau marah adalah orang bijak
Sumber : Dari berbagai sumber artikel, oleh Yulius Kuleh
0 comments: