Tiga Sifat Manusia Yang Merusak

Filed under: by: GreenGrass

“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan” (Luk 12:15)

KETAMAKAN “adalah cinta yang berlebihan akan harta milik atau kekayaan.” Seorang, terdorong oleh keserakahan, sibuk mendapatkan dan mendapatkan terlebih banyak lagi harta kekayaan. Seorang yang tamak terikat bergitu rupa pada kekayaan dan harta milik sehingga pengumpulan dan penimbunan harta kekayaan menjadi tujuan utama hidup dan mendapatkan prioritas di atas orang maupun segala hal lainnya. Ada beberapa bentuk ketamakan: Sebagai contoh, sebagian orang tamak akan barang-barang materi, selalu ingin mendapatkan lebih banyak dan hanya memberikan kelebihannya, “sedikit tip”, sesuatu yang tak akan merugikan. Sebagian orang tamak akan waktu, hanya melakukan apa yang dengan suatu cara tertentu mendatangkan keuntungan bagi mereka. Sebagian orang tamak akan relasi, berteman demi status atau mempergunakan orang demi keuntungan diri sendiri. Orang dapat dengan mudah menjadi keras hati dan buta terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka yang kurang beruntung. Dipicu ketamakan, orang merasa dapat mencukupi diri sendiri, berpuas diri dan tidak membutuhkan Tuhan.

Guna memerangi ketamakan, orang harus banyak bersyukur dalam doa setiap hari atas begitu banyak berkat yang dinikmati, mencermati bagaimana baiknya berkat-berkat itu dipergunakan sebagai sarana untuk menolong mereka yang kurang beruntung dan senantiasa ingat bahwa ketika orang mati, semuanya akan ditinggalkan. Orang perlu merenungkan banyak pengajaran dan contoh-contoh dalam Kitab Suci di mana orang diingatkan agar waspada terhadap ketamakan. Tuhan kita mengatakan, dan perhatikan, “Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mrk 10: 25). Secara khusus, orang perlu merenungkan teladan Yesus. “Ketamakan adalah cinta berlebihan akan kekayaan dan akan hal-hal baik dalam hidup ini. Yesus Kristus, demi menyembuhkan kita dari ketamakan, dilahirkan dalam kemiskinan yang sangat, jauh dari segala kenyamanan. Ia memilih seorang Bunda yang miskin. Ia menghendaki dilahirkan sebagai Putra seorang tukang kayu yang sederhana.” Ya, apabila kita meninggal dan menghadapi penghakiman, kita akan berdiri di hadapan Tuhan kita dengan tangan-tangan kosong; yang terpenting pada saat itu ialah jiwa yang dipenuhi kasih kepada-Nya dan yang ditandai dengan perbuatan-perbuatan baik.

HAWA NAFSU adalah “hasrat yang berlebihan akan kenikmatan seksual.” Dikuasai hawa nafsu, orang secara egois mencari cara untuk memuaskan hasrat seksualnya. Ia mencari kenikmatan pribadi yang sekejap. Ia memandang orang lain lebih sebagai tubuh belaka daripada sebagai pribadi. Dosa-dosa yang berkembang dari hawa nafsu termasuk menikmati pikiran-pikiran yang tidak sopan, masturbasi, percabulan, perzinahan dan pornografi. St Bernardus dari Clairvaux mengajarkan, “Cinta berlebihan akan daging adalah kekejian, sebab di bawah rupa memuaskan tubuh, kita membunuh jiwa.” Pada akhirnya, hawa nafsu menghantar orang pada pemujaan kenikmatan seksual.

Sebab itu, demi memerangi hawa nafsu, orang hendaknya berdoa mohon keutamaan kemurnian, waspada terhadap kesempatan dosa (yang begitu banyak dalam dunia ini) dan memiliki visi yang jelas akan kebaikan seksualitas dirinya, perkawinan dan kasih suami isteri seperti dirancangkan oleh Tuhan. Apabila datang pemikiran-pemikiran atau hasrat-hasrat yang tidak sopan, dan orang dapat jatuh ke dalam dosa, para pembimbing rohani juga menyarankan orang kerap menerima Sakramen Tobat, menghindarkan diri dari bermalas-malasan dan segera mengalihkan perhatian.

KESOMBONGAN adalah “hasrat yang berlebihan untuk menonjolkan keunggulan diri sendiri.” Kesombongan disebut “penuh” apabila orang begitu dikuasai olehnya hingga ia menolak untuk menundukkan akal budi dan kehendaknya pada Tuhan, serta taat pada perintah-perintah-Nya. Orang yang demikian menolak Tuhan dan mereka yang mewakili-Nya. Dalam arti tertentu, seorang dengan kesombongan penuh menjadikan dirinya sendiri tuhan.

Kesombongan dapat juga “tidak penuh”. Di sini orang tidak menolak Tuhan atau mereka yang lebih tinggi darinya; melainkan, ia sekedar menilai dirinya terlalu tinggi.

Sehubungan dengan kesombongan adalah “besar kepala”, di mana orang memiliki hasrat berlebihan untuk memamerkan keunggulannya dan menerima pujian. Tentu saja, setiap orang hendaknya berbangga akan apa yang telah dicapainya dan bersyukur kepada Tuhan atas kemampuan yang dianugerahkan-Nya sehingga dapat melakukan sesuatu dengan baik. Namun demikian, disposisi batin yang demikian berbeda dari orang yang dalam “ke-ego-annya” termotivasi untuk melakukan sesuatu hanya demi mendapatkan pujian dan penghargaan, atau senantiasa berbicara mengenai “aku melakukan ini” dan “aku melakukan itu” demi membuat orang-orang lain kagum dan menyampaikan pujian mereka.

Tiga sifat manusia yang merusak; kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, dan sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.
Sumer : St. Yohanes Vianney

0 comments:

Grab this Widget ~ Blogger Accessories