“Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia." (Mat 19:6).
Keluarga sebagai gereja mini diharapkan menjadi
tempat yang baik bagi setiap orang untuk mengalami kehangatan cinta yang tak
mementingkan diri sendiri, kesetiaan, sikap saling menghormati dan
mempertahankan kehidupan. Inilah panggilan khas keluarga Kristen dan apabila
mereka menyadari panggilannya ini, maka keluarga menjadi persekutuan yang
menguduskan, di mana orang belajar menghayati kelemahlembutan, keadilan,
belaskasihan, kasih sayang, kemurnian, kedamaian, dan ketulusan hati. (bdk.Ef
1:1-4).
Membangun persekutuan cinta di antara
pribadi-pribadi dalam keluarga.
Dasar persekutuan hidup bersama suami-isteri
adalah cintakasih, bukan harta atau tubuh, pangkat, kedudukan, jabatan atau
hobby dst.. Maka persekutuan suami-isteri antara lain ditandai dengan saling
mengenakan cincin pernikahan; cincin bulat, tiada ujung pangkal, awal dan
akhir, melambangkan cinta kasih yang tak terbatas dan seutuhnya. Maka
suami-isteri berjanji setia untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang
sampai mati alias tidak akan bercerai. Cinta kasih juga tidak diketahui awalnya
karena cinta kasih itu berasal dari Allah, dengan kata lain yang mempertemukan
atau menyatukan suami-isteri adalah Allah sendiri, maka Yesus bersabda : “Demikianlah
mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6).
Masalah-masalah yang muncul dalam hidup
bersama/berdua merupakan kesempatan untuk semakin mengasihi atau memperdalam
kasih. Apa itu kasih? “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak
cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang
tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya
segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala
sesuatu Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan
berhenti; pengetahuan akan lenyap. ” (1Kor 13:4-8)
Memberikan pendidikan iman yang baik kepada
anak-anak
Pendidikan iman adalah sesuatu yang penting
bagi anak-anak. Di tengah dunia dewasa ini yang begitu sekular, pendidikan iman
merupakan bekal penting untuk menjaga anak-anak agar tidak terbawa arus
kemajuan zaman. Tugas pendidikan ini pertama-tama diembankan oleh keluarga.
Dalam keluarga anak-anak belajar dan dididik untuk mengenal dan mempelajari
nilai-nilai religius. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak
untuk mempelajari dan menghayati nilai-nilai kehidupan, termasuk nilai-nilai
agama.
Konsili Vatikan II dalam pernyataan tentang
pendidikan Kristen (Gravissium Educationis) mengatakan bahwa orang tua yang
telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat
untuk mendidik mereka. Oleh karena itu, orang tualah yang harus diakui sebagai
pendidik mereka yang pertama dan utama.
Demikian juga ditekankan dalam Katekismus
Gereja Katolik. Dalam artikel 2226 dijelaskan: “Pendidikan iman oleh orang tua
sudah harus mulai sejak masa anak-anak. Ia mulai dengan kebiasaan bahwa
anggota-anggota keluarga saling membantu, supaya dapat tumbuh dalam iman
melalui kesaksian hidup yang sesuai dengan Injil.”
Orang tua Kristen harus berusaha memperkenalkan
kepada anak-anaknya bagaimana berdoa dan praktek kehidupan liturgi. Mereka
seharusnya menghadirkan pada anak-anaknya pengenalan yang cukup akan
sakramen-sakramen. Kemudian orang tua akan membantu anak-anaknya dengan menjadi
saksi iman bagi mereka. Mereka perlu mendukung anak-anaknya untuk bertumbuh
dalam kekudusan, membantu anak-anaknya untuk bisa mengontrol dirinya sehingga
bisa mencapai kepenuhan kerajaan Kristus.
0 comments: