APA ITU
'DEVOSI'?
'Devosi' berasal dari
kata Latin "Devotio" yang berarti kebaktian, pengorbanan, penyerahan,
sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi selalu menunjuk pada sikap hati di mana
seorang mengarahkan diri kepada seseorang atau sesuatu yang dijunjung tinggi
dan dicintai. Dalam tradisi Kristen, devosi dipahami sebagai bentuk penghayatan
dan pengungkapan iman Kristiani di luar liturgi resmi.
- LITURGI:
Dalam Liturgi, Gereja mengungkapkan dan melaksanakan dirinya secara resmi.
Liturgi sebagai perayaan gereja dipimpin oleh seorang pemimpin resmi,
dengan struktur dan tata perayaan yang baku, berlaku umum, mengikat dan
resmi.
- DEVOSI:
Devosi merupakan praktek pengungkapan iman umat yang spontan dan lebih
bebas. Devosi dapat dibawakan secara pribadi atau pun bersama.
MUNCULNYA
DEVOSI UMAT
- Segi
Historis Liturgis: Praktek devosi dalam Gereja Katolik mulai berkembang
pada abad pertengahan. Pada abad VIII Liturgi Ritus Romawi dengan bahasa
Latinnya diberlakukan di seluruh Eropa. Pada abad XVI, Konsili Trente
menyeragamkan Liturgi Gereja Katolik secara tegas dan kaku. Umat awam
semakin merasa terasing dari liturgi resmi gereja. Keterasingan dan
ketidakterlibatan umat dalam liturgi menyebabkan kerinduan umat akan
bentuk-bentuk pengungkapan iman yang lebih mudah, sederhana dan memuaskan
kebutuhan afeksi mereka. Maka, lahirlah berbagai macam praktek devosi.
- Segi
Antropologis: Doa-doa Liturgi Romawi terkenal padat dan rasional, lebih
mengungkapkan konsep teologis daripada pengalaman religius umat. Karena
itu, umat mencari cara pengungkapan iman yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Devosi tidak menekankan keindahan rumusan doa-doa teologis,
melainkan menekankan unsur perasaan dan emosi yang tergerak berkat
kerinduan hati akan Allah.
- Segi Agama Kerakyatan: Sebagian besar devosi umat Katolik berasal serta dipengaruhi oleh praktek religius umat setempat. Pengalaman religius adalah pengalaman mendasar setiap manusia yang merindukan kebahagiaan sejati yang diyakini sebagai anugerah dari kekuatan yang tertinggi. Bentuk ungkapan pengalaman religius ini berbeda-beda. Masyarakat yang belum mengenal Tuhan mungkin mengungkapkan sikap religius mereka melalui upacara kurban kepada dewa-dewi, sementara umat Kristiani mengungkapkan sikap religius mereka melalui devosi lokal. Tugas gereja adalah masuk dalam devosi kerakyatan ini dan memurnikan praktek devosi dengan semangat Injil. Gereja tetap mengakui dan menghargai aneka bentuk devosi umat, selama devosi tersebut dihayati dalam "Roh dan Kebenaran" (Yoh 4:23).
Sumbangan Devosi bagi Liturgi Gereja:
- Devosi
menyadarkan pentingnya dimensi afeksi-emosi dalam liturgi. Nilai-nilai
yang ditimba dalam devosi dapat membantu kita menghayati liturgi dengan
lebih baik.
- Devosi
mengingatkan perlunya kesederhanaan ungkapan iman dalam liturgi.
- Devosi mengingatkan bahwa liturgi adalah sebuah doa. Kita perlu memikirkan suatu liturgi yang merupakan medan doa umat beriman
HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI DALAM DEVOSI :
Devosi tidak pernah
dipandang sebagai pengganti liturgi. Dalam gereja dikenal tingkatan-tingkatan.
Dari seluruh liturgi resmi gereja, Perayaan Ekaristi merupakan liturgi yang tertinggi
dan yang terutama tingkatnya, sesudah itu menyusul sakramen-sakramen yang lain.
Namun demikian, praktek devosi dapat dihubungkan dengan liturgi resmi.
Misalnya, novena dalam Perayaan Ekaristi.
Devosi harus
dijauhkan dari bahaya praktek magis. Hal ini terjadi jika orang memandang
kekuatan dan daya pengudusan berasal dari barang, mantra, angka dll.
Devosi harus tetap
sesuai dengan iman gereja sebagaimana tertera dalam Kitab Suci dan Tradisi
Gereja. Apa yang menjadi keyakinan devosional pribadi/kelompok tidak selalu
harus menjadi iman Gereja Universal. Oleh karena itu, berhadapan dengan sekian
banyak penampakan, gereja selalu mengambil sikap hati-hati.
0 comments: