DEVOSI Dalam Gereja Katolik

Filed under: by: GreenGrass

APA ITU 'DEVOSI'?
'Devosi' berasal dari kata Latin "Devotio" yang berarti kebaktian, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi selalu menunjuk pada sikap hati di mana seorang mengarahkan diri kepada seseorang atau sesuatu yang dijunjung tinggi dan dicintai. Dalam tradisi Kristen, devosi dipahami sebagai bentuk penghayatan dan pengungkapan iman Kristiani di luar liturgi resmi.

  1. LITURGI: Dalam Liturgi, Gereja mengungkapkan dan melaksanakan dirinya secara resmi. Liturgi sebagai perayaan gereja dipimpin oleh seorang pemimpin resmi, dengan struktur dan tata perayaan yang baku, berlaku umum, mengikat dan resmi.
  2. DEVOSI: Devosi merupakan praktek pengungkapan iman umat yang spontan dan lebih bebas. Devosi dapat dibawakan secara pribadi atau pun bersama.
Walaupun bukan merupakan liturgi resmi, devosi diterima dan diakui Gereja. Liturgi resmi sering dialami umat sebagai sesuatu yang rutin, kering, resmi dan kaku. Sebaliknya, devosi justru bisa dihayati umat sebagai sesuatu yang memenuhi kebutuhan afeksi, emosi dan kerinduan hati. Devosi merupakan praktek keagamaan populer yang mudah diterima, dipahami dan dipraktekkan.

MUNCULNYA DEVOSI UMAT
  1. Segi Historis Liturgis: Praktek devosi dalam Gereja Katolik mulai berkembang pada abad pertengahan. Pada abad VIII Liturgi Ritus Romawi dengan bahasa Latinnya diberlakukan di seluruh Eropa. Pada abad XVI, Konsili Trente menyeragamkan Liturgi Gereja Katolik secara tegas dan kaku. Umat awam semakin merasa terasing dari liturgi resmi gereja. Keterasingan dan ketidakterlibatan umat dalam liturgi menyebabkan kerinduan umat akan bentuk-bentuk pengungkapan iman yang lebih mudah, sederhana dan memuaskan kebutuhan afeksi mereka. Maka, lahirlah berbagai macam praktek devosi.
  2. Segi Antropologis: Doa-doa Liturgi Romawi terkenal padat dan rasional, lebih mengungkapkan konsep teologis daripada pengalaman religius umat. Karena itu, umat mencari cara pengungkapan iman yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Devosi tidak menekankan keindahan rumusan doa-doa teologis, melainkan menekankan unsur perasaan dan emosi yang tergerak berkat kerinduan hati akan Allah.
  3. Segi Agama Kerakyatan:  Sebagian besar devosi umat Katolik berasal serta dipengaruhi oleh praktek religius umat setempat. Pengalaman religius adalah pengalaman mendasar setiap manusia yang merindukan kebahagiaan sejati yang diyakini sebagai anugerah dari kekuatan yang tertinggi. Bentuk ungkapan pengalaman religius ini berbeda-beda. Masyarakat yang belum mengenal Tuhan mungkin mengungkapkan sikap religius mereka melalui upacara kurban kepada dewa-dewi, sementara umat Kristiani mengungkapkan sikap religius mereka melalui devosi lokal. Tugas gereja adalah masuk dalam devosi kerakyatan ini dan memurnikan praktek devosi dengan semangat Injil. Gereja tetap mengakui dan menghargai aneka bentuk devosi umat, selama devosi tersebut dihayati dalam "Roh dan Kebenaran" (Yoh 4:23).
 APA MANFAAT DEVOSI?
Sumbangan Devosi bagi Liturgi Gereja:
  1. Devosi menyadarkan pentingnya dimensi afeksi-emosi dalam liturgi. Nilai-nilai yang ditimba dalam devosi dapat membantu kita menghayati liturgi dengan lebih baik.
  2. Devosi mengingatkan perlunya kesederhanaan ungkapan iman dalam liturgi.
  3. Devosi mengingatkan bahwa liturgi adalah sebuah doa. Kita perlu memikirkan suatu liturgi yang merupakan medan doa umat beriman
HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI DALAM DEVOSI :
Devosi tidak pernah dipandang sebagai pengganti liturgi. Dalam gereja dikenal tingkatan-tingkatan. Dari seluruh liturgi resmi gereja, Perayaan Ekaristi merupakan liturgi yang tertinggi dan yang terutama tingkatnya, sesudah itu menyusul sakramen-sakramen yang lain. Namun demikian, praktek devosi dapat dihubungkan dengan liturgi resmi. Misalnya, novena dalam Perayaan Ekaristi.
Devosi harus dijauhkan dari bahaya praktek magis. Hal ini terjadi jika orang memandang kekuatan dan daya pengudusan berasal dari barang, mantra, angka dll.
Devosi harus tetap sesuai dengan iman gereja sebagaimana tertera dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Apa yang menjadi keyakinan devosional pribadi/kelompok tidak selalu harus menjadi iman Gereja Universal. Oleh karena itu, berhadapan dengan sekian banyak penampakan, gereja selalu mengambil sikap hati-hati.

0 comments:

Grab this Widget ~ Blogger Accessories