Kekejaman Terhadap Binatang

Filed under: by: GreenGrass

`Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi'” (1:28).

Dalam membahas masalah ini, pertama-tama kita perlu menetapkan dasar moral. Dalam kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian, kita mendapati kebenaran bahwa Allah yang Mahakuasa menciptakan segala yang ada dari yang tidak ada dan semua yang Ia ciptakan adalah baik dalam pandangan-Nya. Tetepi, puncak Kejadian adalah penciptaan laki-laki dan perempuan, dan hanya merekalah yang diciptakan menurut gambar dan citra Allah (Kej 1:27). Hanya manusia saja yang memiliki jiwa rasional yang kekal. Betapapun kita mencintai binatang-binatang, teristimewa binatang-binatang peliharaan keluarga kita, manusia janganlah pernah disetarakan dengan binatang (bahkan meski sebagian manusia berperilaku lebih buruk daripada binatang).

Tuhan mempercayakan kepada manusia untuk mengusahakan dan memelihara segala ciptaan. “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: `Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi'” (Kej 1:28).
Inilah prinsip pemeliharaan: setiap orang secara moral wajib menghormati lingkungan hidup, termasuk dirinya sendiri, sebagai anugerah berharga dari Tuhan, dan karenanya, mempergunakan anugerah ini dengan bijaksana sesuai rancangan dan tujuannya. Di samping itu, setiap orang, sebagai seorang pemelihara yang baik, hendaknya berusaha untuk mempergunakan anugerah-anugerah berharga ini demi terciptanya lingkungan hidup dan kesejahteraan yang lebih baik.

Mengenali perbedaan antara manusia dan binatang, pula sesuai prinsip pemeliharaan, maka binatang dapat dipergunakan untuk bekerja, sarana transportasi, makanan, pakaian, ataupun kebutuhan-kebutuhan lain. Dalam Kitab Suci kita dapati contoh dari berbagai macam cara manusia mempergunakan binatang untuk masing-masing keperluan di atas, termasuk pakaian. Dalam Kitab Kejadian, setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, kita membaca,
“Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka” (Kej 3:21).
St Yohanes Pembaptis juga digambarkan mengenakan pakaian dari bulu binatang, “Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit” (Mat 3:4). Jadi, berdasarkan pemahaman-pemahaman di atas, pada hakekatnya tidak salah mengenakan mantol bulu sama seperti pada hakekatnya tidak salah memakan daging binatang.

Walau demikian, manusia janganlah mengakibatkan binatang menderita dan mati sia-sia. Sebagai contoh, semasa ekspansi Amerika ke bagian barat, beberapa orang biasa duduk dekat jendela-jendela dalam kereta api menembaki banteng-banteng hanya demi kesenangan semata. Bangkai-bangkai banteng yang membusuk dibiarkan bergelimpangan di padang. Memang dibenarkan membunuh binatang untuk diambil dagingnya sebagai makanan, tetapi adalah salah secara moral jika orang sekedar membunuh membabi-buta lalu menyia-nyiakannya. Sungguh menarik, kaum Indian Amerika biasa memanfaatkan keseluruhan banteng - kulitnya dijadikan pakaian dan kain tenda, dagingnya untuk makanan, dan organ-organ dalamnya untuk obat-obatan dan keperluan keagamaan.

Apabila binatang-binatang diternakkan secara khusus untuk suatu tujuan, misalnya ayam potong atau sapi perah, maka binatang-binatang itu harus diperlakukan dengan baik dan tidak dengan kejam. Menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar adalah bertentangan dengan martabat manusia, dan karenanya adalah dosa.

Sehubungan dengan masalah ini adalah pertanyaan, “Bagaimana dengan binatang-binatang yang dipergunakan untuk eksperimen kesehatan atau ilmu pengetahuan?” Katekismus Gereja Katolik memaklumkan, “Eksperimen dengan binatang demi kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan dalam batas-batas yang wajar, dapat diterima secara moral, karena mereka dapat menyumbang untuk menyembuhkan dan menyelamatkan manusia” (No. 2417). Adalah jauh lebih baik menguji-cobakan obat-obatan atau prosedur-prosedur pada binatang daripada menguji-cobakannya pada manusia. Sekali lagi, penelitian yang demikian haruslah ada dalam batas-batas yang wajar.

Tentu saja, tak ada seorang baik pun yang menghendaki bersikap keji terhadap binatang; namun demikian, manusia wajib mempergunakan ciptaan demi kesejahteraan hidup manusia. Pada saat yang sama, hendaknya kita tidak mengaburkan perbedaan antara manusia dengan binatang. Saya ingat suatu ketika saya mengemudi di belakang sebuah mobil yang memasang dua sticker pada bempernya; yang satu adalah “Selamatkan ikan paus” dan yang lainnya adalah “Saya pro-choice.” Saya terhenyak memikirkan bahwa inilah dia orang yang prihatin atas pembunuhan ikan-ikan paus, namun acuh terhadap pembunuhan manusia-manusia tidak bersalah melalui aborsi yang terjadi setiap hari!

Di samping itu, mereka yang menentang penggunakan mantol bulu binatang ataupun penggunaan binatang untuk kepentingan lainnya, harus bersikap konsisten. Semasa kuliah di William and Mary, saya mempunyai seorang teman perempuan yang vegetarian sebab ia beranggapan bahwa makan daging merupakan kekejaman terhadap binatang. Ia biasa mengolok-olok saya maupun teman-teman lain sementara kami makan Big Mac atau sandwich. Tetapi, ia mencintai sepatu boot kulitnya yang setinggi lutut, ikat pinggang kulitnya, sarung tangan kulitnya, juga jaket kulitnya. Meski kami semua menantangnya untuk konsisten dengan sikapnya, ia tidak pernah mau mengakui ketidak-konsistenannya.

Kita menaruh hormat terhadap segenap ciptaan dan wajib mempergunakan ciptaan secara bijaksana, namun kuncinya adalah “kita dapat mempergunakannya.” Seturut prinsip pemeliharaan, pada hakekatnya adalah tidak salah mempergunakan binatang-binatang dengan bijaksana untuk bekerja, sarana transportasi, pakaian, makanan, atau keperluan-keperluan lainnya. Secara pribadi, saya selalu mengagumi kaum primitif Indian Amerika yang menganggap binatang-binatang sebagai anugerah dari Roh Agung dan mereka biasa mempergunakan setiap bagian dari binatang yang dibunuh - dagingnya untuk dimakan, kulitnya untuk pakaian, tulang-belulangnya untuk senjata dan peralatan lain, serta organ-organ tubuhnya untuk kepentingan ritual keagamaan. Kita wajib senantiasa ingat perbedaan antara manusia dengan binatang, dan mempergunakan akal sehat serta pertimbangan yang bijaksana dalam mempergunakan binatang.

sumber : “Straight Answers: Cruelty Toward Animals” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc.
YESAYA: www.indocell.net/yesaya.

0 comments:

Grab this Widget ~ Blogger Accessories