Tabernacle

Saya sangat terkesan dengan sosok Julio caesar Chaves, petinju legendaris Meksiko, Chaves bias bertahan dalam beberapa decade dunia tinju professional dan Berjaya di kelas yang berbeda di badan tinju dunia yang berbeda pula. Ketika melihat sosok legendaris ini orang tentu berpikir hebat sekali orang ini, dan sebuah pertanyaan menggelitik apa kiat atau semacamnya sehingga Chaves bisa bertahan lama sabagai juara?

Hasil yang maksimal hanya bisa didapat atau dicapai lewat usaha dan perjuangan, ini bearti kita bebrbicara soal displin, tanpa ketekunan, kesabaran, keuletan dan kerja keras kita tidak dapat mengharapkan hasil yang maksimal. Berbicara soal displin kita perlu tahu asal kata displin. Displin berasal dari kata “Disciple” yang bearti murid. Displin bearti “menjadi murid” yang taat dan setia, tentunya kepada yang memimpin kita. Displin bearti taat, setia dan tekun melakukan yang dikehendaki pemimpinnya bukan yang dikendaki dirinya sendiri.

Untuk bisa bertahan di dunia adu jotos yang keras ini, Chaves memiliki; ketekunan dalam berlatih, kesabaran mengikuti latihan dari pelatihnya, keuletan dalam menghadapi lawan, tekad bekerja keras untuk memenangkan setiap pertandingan dan yang terakhir adalah displin pribadi yang tinggi.

Untuk menjadikan dirinya manusia yang sulit dikalahkan di dunia tinju pro pada tataran individu harus memiliki displin yang kuat (mencakup penguasaan diri, ketekunan, dan konsistensi) Dengan memiliki displin diri maka seorang pribadi mampu menghimpun dan memfungsikan segenap potensi yang ada pada dirinya. Potensi yang digunakan secara maksimal tentu akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan bila hal ini terjadi pada semua individu, tentu akan terakumulasi suatu kelompok karyawan/pegawai  yang displin yang akan menjadi modal dasar menuju masyarakat adil dan sejahtera.

Displin ini harus menjadi sifat struktur karyawan/pegawai pemerintah, agar kebersamaan dan tujuan pemerintah tersebut  tercapai. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dibutuhkan tidak hanya pada tataran displin pribadi (self discipline) saja, tetapi juga dibutuhkan displin soaial (social discipline). Jika dalam displin pribadi lingkupnya adalah orang perseorangan maka dalam displin social lingkupnya lebih kompleks dan membutuhkan keterlibatan struktur (Pimpinan) dan system.

Dengan adanya displin, kelangsungan hidup individu dan (pemerintah) dapat berjalan seimbang dan baik yang pada gilirannya kondisi ini menjadi lahan yang sehat bagi tiap-tiap karyawan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya secara wajar, sehat dan maksimal.

Displin social harus dirancang, disusun dan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan karyawan/pegawai dan pimpinan sebagai pengelola. Displin social tersebut tersebut harus terekspresi dalam tata kelola pemerintah yang baik, sopan santun, adat istiadat, perangakat aturan (PP), aturan perilaku/Code of Conduct  yang mengikat semua karyawan/pegawai tanpa kecuali. Dengan demikian tersedianya rambu-rambu untuk bertingkah laku yang akan memandu setiap karyawan/pegawai pemerintah menghidupi kemerdekaannya dalam konteks kebersamaan sebagai sesama karyawan/pegaawai pemerintah. Displin social ini juga menjadi prasyarat dasar menjadi terwujudnya prikemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan.

Bila peraturan pemerintah tanpa pandang bulu merupakan prasyarat structural sistemik untuk membangun dan mengembangkan displin social yang nyata. Terbentuknya displin social harus diupayakan secara serius dan sistematis sebab hanya dengan adanya displin social itulah tiap karyawan/pegawai dapat hidup merdeka sejati untuk mengembangkan segenap potensi dirinya. Bila karyawan dimungkinkan mengaktualisasikan diri secara maksimal, maka dapatlah mereka berfungsi sebagai partisipan aktif untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan kadar kapasitas dan talenta masing-masing.