Menjaga dan Mengawal Pemimpin Pilihan Kita

Filed under: by: GreenGrass

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikianlah kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-mruidKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).


Pesta Demokrasi telah berlalu, pemilu presiden dan wakil presiden 09 Juli 2014 telah berlalu dalam suasana kondusif dan penuh kegembiraan. Selama 13 hari Komisi Pemilihan Umum (KPU) di dampingi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah bekerja maksimal tanpa kenal lelah, bahkan mungkin hanya istirahat beberapa jam saja, maka kita patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada lembaga ini.

Pada tanggal 22 Juli 2014 pukul 20.00 WIB, KPU telah mengumumkan hasil rekapitulasi nasional pemilu presiden 09 Juli 2014 dan menetapkan pasangan nomor urut 2 (Ir. H Joko Widodo dan Drs. HM Jusuf Kalla) sebagai presiden dan wakil presiden RI terpilih.

Kita sebagai rakyat Indonesia patut mengucap syukur kehadirat Allah Yang maha Kuasa atsa berkat-Nya sehingga jalannya pemilu presiden kali ini bias berjalan lancar dan aman. Memang dalam sebuah kompetisi /pertarungan atau apapun itu pasti menghasilkan salah satu peserta menjadi pemenang. Seperti halnya dalam pemilu kali ini yang menang adalah rakyat Indonesia karena kita mampu menjaga pemilu ini dalam suasana yang kondusif dan damai.

Banyak dan besar harapan yang ditaruh pada pundak pasangan Jokowi - JK dari berbagai kalangan dan golongan yang akan membawa Negara dan bangsa ini menuju “Indonesia Hebat”

Negeri kita digambarkan sebagai negeri yang “Gemah ripah loh jinawi “(kekayaan alam yang berlimpah) tapi masih ada rakyat kita yang miskin (BPS, Kamis (2/1/2014), jumlah penduduk miskin pada September 2013 bertambah 0,48 juta orang dibandingkan posisi Maret sebanyak 28,07 juta.). Gemah ripah loh jinawi berarti sedangkan toto tentrem karto raharjo (keadaan yang tenteram). Namun semboyan di atas tidak lagi berlaku di negeri kita tercinta ini. Orang bilang tanah kita tanah surga seperti yang tersirat dalam lagu koes ploes yang berjudul kolam susu. kail dan jala cukup menghidupimu, ikan dan udang datang menghampiri dirimu. Namun keadaan tersebut berbeda 180 derajat dengan kehidupan masyarakat indonesia sekarang. Ada harapan bahwa pemimpin kita bias menjadikan negara kita tercinta Indonesia “toto tentrem karto raharjo” dengan memanfaatkan gemah ripah loh jinawi yang kita miliki demi terciptanya masyarakat yang makmur

Dalam Perjanjian Lama, pemimpin Israel seperti Abraham, Ishak,Yakub, juga pemimpin bangsa seperti Musa dan Daud, digambarkan sebagai gembala. Misalnya, “Tuhan adalah gembalaku, aku takkan kekurangan” (Mzm 23:1). Tugas seorang gembala memelihara, menjaga, dan melindungi kawanannya. Dalam Perjanjian Baru, gambaran ideal pemimpin sebagai gembala ini menjadi kenyataan dalam diri Yesus Kristus. Yesus sendiri mewujudkan gambaran gembala dalam diri-Nya (lih. Yoh 10:1-21).

Dua ciri khusus penggembalaan Yesus.

Pertama, penggembalaan-Nya merupakan hubungan erat dan saling mengenal antara domba dan gembala. “Domba-Ku mendengar suara-Ku dan mereka mengikuti Aku.” Kawanan domba cukup lama bergaul dengan gembala. Ia “mengenal nama mereka”. Semua dikasihi-Nya!

Kedua, gembala yang baik memiliki sikap rela dan siap siaga mengorbankan diri pada dan untuk kepentingan domba-Nya, hingga tiada seorang pun dapat merampas mereka dari-Nya. Dengan dua ciri khusus penggembalaan itu, tampaklah perbedaan antara gembala sejati, yang sungguh menjaga kawanan domba yang diserahkan kepadanya, dengan gembala palsu atau gembala sewaan yang hanya menunaikan tugas sesuai upahnya. Gembala sejati berani berkorban dan mati, sedangkan gembala palsu atau sewaan melarikan diri bila menghadapi bahaya atau ancaman. Gembala sejati selalu menaruh perhatian, prihatin, dan bertanggung jawab atas nasib kawanan dombanya. Sedangkan gembala palsu seringkali membenci dombanya.

Seorang pemimpin yang baik pasti mengetahui bahwa dampak itu datang karena hubungan bukan karena posisi. Tuhan Yesus selalu menunjukkan bahwa salah satu prinsip kepemimpinan itu ialah bagaimana berhubungan baik dengan orang lain dan bukannya berada diatas orang lain.

Tuhan Yesus mengetahui tentang pentingnya suatu hubungan. Tuhan Yesus tidak mendirikan sebuah istana di tiap-tiap kota dan mengatakan “inilah istanaKu, ini adalah tempat dimana kamu bisa ketemu Aku”. Tuhan Yesus tidak melakukan hal ini. Sebaliknya, Dia pergi ketengah-tengah pasar, Dia pergi ke pantai bersama para nelayan, Dia pergi ke rumah-rumah ibadah orang Yahudi, Dia pergi ke rumah-rumah orang, Dia pergi kemana-mana, Dia pergi berkeliling memberitakan Injil dan menyembuhkan banyak orang dimana-mana.

Tuhan Yesus membuat suatu model kepemimpinan yang lain sekali seperti yang kita lihat di dunia ini. Ia hanya berjalan-jalan di tengah-tengah orang banyak. Ia tidak berusaha untuk mencari pangkat, kekuasaan atau posisi dari orang lain, tetapi Dia berusaha menjawab kebutuhan mereka. Dia menunjukkan bahwa keahlian berhubungan dengan manusia adalah aset yang paling penting dari seorang pemimpin. Tuhan Yesus menyadari bahwa seorang pemimpin harus menyentuh hati orang terlebih dahulu sebelum ia meminta tangan seseorang untuk melakukan sesuatu.

Tuhan telah memberikan satu teladan buat kita pemimpin saat ini tentang bagaimana kita berkoneksi atau berhubungan dengan manusia. Seperti Tuhan Yesus, sebagai seorang pemimpin, kitalah yang harus pergi mendatangi orang lain di tempat mereka berada. Ketika kita berjalan di tengah-tengah orang banyak ini baru kita bisa melihat mereka. Dan ketika kita telah melihat mereka, kita akan mulai merasakan kebutuhan mereka dan mulai timbul belas kasihan di dalam hati kita.

Seringkali di dalam kepemimpinan orang melakukannya terbalik. Kita mau merasa terlebih dahulu baru pergi. Tuhan Yesus mengatakan, kita harus pergi dahulu baru merasakannya. Tuhan Yesus merupakan teladan yang luar biasa bagaimana Ia secara sadar berhubungan dengan orang lain. Oleh sebab itu, tanggung jawab seorang pemimpinlah untuk menyentuh hati orang yang dipimpinnya.

Hubungan antara rakyat yang dipimpin, dengan pemimpin yang memimpin, harus harmonis. Berada dalam jalur kerjasama penuh kebajikan dan takwa

Maka sudah saatnya para pemimpin segera kembali kepada kewajiban mereka sebagai pemimpin. Yaitu menegakkan hukum yang tegas, tepat dan tanpa pandang bulu. Sebab jika hukum diabaikan dan dipermainkan, akan semakin mempercepat datangnya kehancuran bangsa dan negara. karena jika orang-orang elit di antara mereka mencuri, tidak diapa-apakan. Tapi kalau orang kecil mencuri, hukum ditimpakan benar-benar.

Juga tunaikan janji-janji yang pernah diucapkan selama kampanye. Jangan pura-pura lupa. Setiap pemimpin ingkar janji, membohongi rakyat, tak akan diizinkan oleh Allah untuk memasuki surge

Sebagai rakyat juga harus memahami posisi sebagai yang dipimpin. Percayalah kepada hukum dan aturan yang berlaku bagi semua. Termasuk bagi pemimpin. Jika pemimpin bersalah, percayalah hukum yang akan bertindak. Kekerasan dan anarkisme dalam menghujat pemimpin, justru akan mengundang masalah baru daripada menyelesaikan masalah yang sudah ada. Jika tampak gejala hukum dipermainkan, aparat penegak hukum mandul dan berpihak, bersabarlah. Karena janji Allah lebih nyata daripada tindakan-tindakan tak bermoral para pemimpin yang mempermainkan rakyat, yang kelak akan dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman bagi mereka (bdk Mat 25: 31-40)

Pemimpin menjadi nakhoda yang mengarahkan perahunya menuju tempat yang sesuai dengan tujuan bersama, tidak kemudian membawanya berputar-putar sekehendak hati dan akhirnya tenggelam karena kehabisan bahan bakar dan bocor.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menggunakan kekuasaanya untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kondisi yang buruk tempat ia memimpin. Setidaknya kekuasaan yang melekat padanya tidak digunakan secara sewenang-wenang dan disalahgunakan. Pemimpin tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang-orang yang dipimpinnya. Ia justru harus memposisikan diri sebagai pelayan bagi rakyatnya. pemimpin tidak menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri, keluarga, atau orang lain yang ada hubungannya dengan diri pemimpin tersebut. Kepentingan rakyat harus menjadi prioritas dalam kepemimpinannya. Pemimpin tidak menggunakan kekuasaannya untuk membuat aturan yang menguntungkan dirinya sendiri. Pemimpin harus menjadikan hukum sebagai panglima. Sesungguhnya, masalah keadilan tidak hanya sebatas berhubungan dengan hukum semata. Tetapi, hukum merupakan tonggak pertama yang harus ditegakkan agar masalah-masalah yang lain dapat diselesaikan dengan baik.

Ada lima jenis kekuasaan yang biasa digunakan dalam literatur ilmiah yakni

1.  Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya.

2. Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.

3. Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahannya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih menantang, dsb.

4. Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power.

5. Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya.

Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan terampil mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan genesis kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku orang yang dipimpinnya dalam berbagai situasi. Inilah yang sebagai kepemimpinan yang efektif (effective leadership), dimana implementasinya adalah dengan “memanfaatkan genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat”. Saat ini Rakyat merindukan pemimpin republik yang tidak hanya pandai menggunakan coercive power dan legitimate power dalam memimpin republik. Tapi juga dengan bijak dan cerdik menggunakan expert power, referent power, ataupun reward power dalam mempersatukan seluruh anak negeri, dan mengangkat republik dari keterpurukan.

Seringkali seorang pemimpin merasa, bahwa tanggung jawab seorang rakyatah untuk bisa berhubungan dengan seorang pemimpin. Hal ini tentu saja tidak benar. Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang senantiasa berusaha untuk menciptakan suatu hubungan yang baik dengan orang yang dipimpinnya. Seperti kereta api lokomotif, tidak ada gerbong yang mencari lokomotifnya. Selalu lokomotif yang mencari gerbongnya. Hal itu berlaku juga dalam kepemimpinan. Seringkali seorang pemimpin berusaha untuk lebih tinggi dari orang yang dipimpinnya.

Tuhan Yesus mengatakan bahwa seorang pemimpinlah yang harus berinisiatif untuk menjangkau orang yang dipimpinnya

Titus 3:1 "Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."

1 Tesalonika 5:12 ”Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu”.

Semua orang diminta untuk menjadi pengikut, di mana semua orang ada dalam posisinya masing-masing. Sebelum seseorang dapat berpikir menjadi pemimpin yang baik, ia harus mengerti tentang menjadi pengikut yang baik. Yang dituntut dari kita adalah menghormatinya, seberapa jauh kita menghargai orang yang memimpin kita? Apakah kita masih menghormati dalam segala keadaan dan perilaku mereka? Apakah kita masih menghormati mereka, ketika suatu hari pemimpin datang dan menegur kita? Jika kita menghormati pemimpin, itu bukanlah pilihan ataupun permintaan melainkan sebuah tuntutan. Sebagai anak-anak Allah, kita harus memenuhi tuntutan itu. Sebelum berpikir menjadi pemimpin yang baik, pikirkan terlebih dulu bagaimana menjadi pengikut yang baik.

Kita sudah memilih pemimpin yang sesuai harapan kita, selanjutnya kita masih perlu menjaga dan mengawal pemimpin kita agar pemimpin kita bisa bekerja maksimal, dan tetap pada sumpah dan janjinya, jujur, adil dan mampu memimpin kita dengan arif dan bijaksana. Kembali pada rakyatlah yang berdaulat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ini tugas kita semua rakyat Indonesia.

Harapan kita semua bahwa kita selalu bergandengan tangan membantu pemimpin kita membangun kekuatan, kerjasama, keharmonisan menuju Indonesia Hebat yang “Toto tentrem karto raharjo dengan memanfaatkan Gemah ripah loh jinawi”

Sumber: Dari berbagai sumber

0 comments:

Grab this Widget ~ Blogger Accessories