"Siapakah kamu, sehingga
kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu
adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan
berkuasa menjaga dia terus berdiri."
Roma 14:4
Pernahkah kita menyisakan sedikit waktu untuk merenungkan satu hal ini:
menghitung berapa banyak perbuatan, pikiran, perkataan baik/positif yang kita
lakukan untuk sesama dalam sehari dan membandingkannya dengan berapa banyak
perbuatan, pikiran dan perkataan yang buruk/negatif yang kita lakukan terhadap
sesama? Jika ternyata kita banyak melakukan perbuatan, perkataan dan pikiran
baik/positif dalam sehari dibandingkan dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran
buruk/negatif, maka kita mungkin termasuk kalangan orang baik. Tetapi jika
ternyata perkataan, pikiran dan perbuatan buruk/negatif yang labih banyak kita
lakukan dibandingkan dengan pikiran, perkataan dan perbuatan baik/positif maka
kita layak merenungkan dan mengintrospeksi diri, apakah kita orang yang baik?
Menghakimi orang lain adalah satu ciri negatif yang bisa kita temui dalam
hidup sehari-hari. Menurut hemat penulis, menghakimi orang lain berarti
melakukan tindakan yang buruk/negatif pada orang lain, berbicara yang
buruk/negatif tentang orang lain, atau juga berpikir yang buruk/negatif tentang
orang lain , tanpa memberikan kesempatan pada orang lain untuk membela diri
atau menjelaskan hal-hal yang ada pada dirinya yang membuat orang lain
berpikir, berbicara, dan bertindak buruk/negatif. Menghakimi orang lain
biasanya dimulai dari pikiran. Pikiran memproduksi berbagai pandangan,
persepsi, praduga negatif tentang orang lain dan ketika tiba saatnya pandangan,
praduga dan persepsi itu akan tersalurkan lewat perkataan dan perbuatan.
Ketika masih dalam pikiran,
pandangan, persepsi, praduga itu masih bersifat individual karena hanya kita
yang berpikir seperti itu, tetapi ketika masuk dalam wilayah perkataan dan
perbuatan, persepsi, pandangan, praduga itu bukan lagi individual tapi telah
bersifat sosial, karena apa yang kita katakan dan lakukan akan mempengaruhi
pula pandangan orang lain, bahkan tindakannya. Hal yang makin memperparah semua
ini adalah kenyataan tak terbantahkan bahwa otak kita sepertinya lebih mudah
menyerap pandangan, praduga dan persepsi negatif/buruk dibandingkan yang
positif/baik.
Begitulah manusia, mudah mengingat hal-hal buruk/negatif dibandingkan
hal-hal baik/positif. Manusia adalah makhluk yang berbahasa. Sebagai makhluk
yang berbahasa, maka ia akan berbahasa dengan cara berbicara. Setiap manusia
mampu berbicara baik secara verbal maupun non verbal. Selain sebagai cara untuk
mengkomunikasikan diri kepada orang lain, berbicara juga merupakan cara bagi
manusia untuk mempertahankan diri atau membela diri. Ketika kita menghakimi
orang lain, kita tidak memberi kesempatan pada orang yang kita hakimi untuk
membela diri atau mempertahankan diri. Itu berarti dengan sengaja kita
menghilangkan salah satu hal hakiki yang ada dalam diri manusia yaitu sebagai
insan yang mampu membela diri atau mempertahankan diri. Kita bagaikan pemangsa
yang memangsa manusia lain tanpa memberi kesempatan padanya untuk membela diri
atau mempertahankan diri. Tepatlah peribahasa Latin: "homo homini
lupus", manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.
Ada maksud tersembunyi lainnya
dibalik kita menghakimi orang lain. Dengan menghakimi orang lain sebenarnya
kita sedang berupaya supaya orang lain bisa menjadi seperti apa yang kita
inginkan. Padahal, setiap orang memiliki makna hidupnya sendiri-sendiri. Setiap
orang memiliki karakter, watak, sifat yang berbeda dengan diri kita. Seorang
yang berkarakter introvert tidak bisa dipaksa untuk menjadi ekstrovert. Seorang
yang pendiam, tidak banyak bicara, tidak bisa anda paksa untuk menjadi cerewet.
Seorang penulis yang begitu giatnya menulis di dalam kamarnya yang tenang,
tidak bisa anda paksa untuk ikut serta berbincang-bincang seharian dengan anda.
Dia berbeda dari anda. Setiap orang itu unik. Terimalah keunikan orang-orang
yang ada disekitarmu dan bukannya menghakimi dia. Sang Guru Agung memberi
contoh tentang hal ini dengan berkata: "Janganlah kamu menghakimi, maka
kamu pun tidak akan dihakimi...Mengapakah engkau melihat selumbar di mata
saudaramu, sedangkan balok di matamu sendiri tidak engkau ketahui?
Kita harus tahu bahwa kita tidak
memiliki kuasa untuk menghakimi, karena apa yang kita pandang baik dan benar
menurut ukuran kita belum tentu demikian;
hanya Tuhan yang memiliki dan tahu akan kebenaran dan keadilan itu. Itulah sebabnya firmanNya berkata, "Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.' Dan lagi:
'Tuhan akan menghakimi umat-Nya.'"
(Ibrani 10:30).
Inilah yang seringkali menjadi
masalah terbesar mengapa gereja tidak dapat bertumbuh, tidak dapat maju,
menjadi terpecah, karena mereka saling menghakimi. Banyak orang tidak mau datang ke gereja
tertentu karena mereka mendengar bahwa hamba Tuhan di gereja tersebut saling
menjatuhkan satu sama lain, yang satu merasa diri lebih hebat dan lebih diurapi
dari yang lain. Keadaan semacam ini pun
sudah terjadi di zaman Tuhan Yesus.
Murid-murid Tuhan Yesus sendiri bertanya kepada Tuhan siapa di antara
mereka yang paling besar. Dengan tegas
Tuhan Yesus menjawab siapa yang ingin menjadi yang terbesar haruslah menjadi
pelayan bagi yang lainnya. Jadi, tidak
ada gereja yang dapat berkata bahwa gerejanyalah yang the best, paling
diberkati dan sebagainya.
Kita harus menyadari bahwa saling
menghakimi itu adalah strategi Iblis untuk menghancurkan kehidupan orang
percaya dan gereja Tuhan. Saling
menghakimi selalu membawa akibat atau dampak yang buruk:
1. Menyebabkan
perpecahan. Saling menghakimi itu
berasal dari si Iblis dengan tujuan memecahbelah umat Tuhan. Oleh karena itu kita harus berhati-hati,
tidak boleh lagi saling menghakimi supaya tidak terjadi perpecahan di antara
umat Tuhan.
2. Membuat
orang lain sakit hati dan menjadi pahit.
Siapa pun dari kita pasti tidak suka dihakimi oleh orang lain.
Alangkah baiknya jika ada
seseorang melakukan kesalahan ditegur dengan cara yang tepat, perkataan yang
tepat dan waktu yang tepat pula, karena menghakimi itu berbeda dengan
menegur. Ketika kita menghakimi
seseorang berarti kita menyatakan bahwa orang tersebut bersalah. Itu hanya akan menimbulkan sakit hati dan
membuat orang itu dipermalukan dan kian terpuruk.
Menghakimi orang lain adalah
strategi Iblis menghancurkan kehidupan orang percaya!
0 comments: