“Kasih tidak
berkesudahan;”(I Kor. 13:8a)
“Sampai saat ini pun aku masih bertahan. Sampai kapan? Sampai aku
benar-benar menyadari kalau ia bukan untukku. Aku belum jenuh, dan mungkin
takkan pernah jenuh untuk menunggunya.”
Dalam hal cinta, beberapa orang,
bahkan mungkin sebagian besar lebih meyakini bahwa cinta harus dikejar, bukan
ditunggu. Menunggu dan mengejar adalah dua pekerjaan yang saling bertolak
belakang. Jika menunggu dianggap pekerjaan pasif dan melelahkan, maka mengejar
adalah tindakan aktif dan nyata untuk mendapatkan. Dengan mengejar, seseorang
merasa telah beberapa langkah lebih dekat dengan apa yang dia inginkan. Bisa
memotong waktu, dan memangkas jarak. Tapi, bukankah cinta takkan pernah sama
dengan matematika?
Layaknya manusia yang mencinta,
tak berdosa rasanya jika harapan tuk mendapatkan cinta dengan porsi yang sama
masih tetap tumbuh di tengah kenyataan yang memang terasa menyesakkan. Karena
itulah, dalam cinta selalu ada pilihan untuk “menunggu”. “Bila cinta lebih indah dengan menunggu, apa salahnya kita berharap dia
ada di sisi kita kembali, bukan?” Ya, menunggu adalah perkara melebarkan kesabaran.
Namun, juga tak ada alasan untuk percaya bahwa penantian itu akan sia-sia.
Setiap manusia akan merasakan
yang namanya mencintai dan dicintai. Namun, manusia tidak mempunyai daya
control atas apa yang akan terjadi dalam hubungan percintaannya. Sesuatu yang
wajar ketika anak manusia menginginkan kebersamaan dengan orang yang
dicintainya. Namun sayangnya, Cinta
tak pernah datang dengan kepastian. Setiap hubungan pun pasti punya dua
kemungkinan, antara berhasil atau justru nihil. Ya, itulah hidup. Akan ada
saatnya mereka yang mencinta merasakan romansa yang berbunga-bunga. Tapi, juga
ada saatnya awan gelap itu melanda. Ketika kata perpisahan telah dilontarkan,
yang tersisa hanyalah hubungan yang telah kosong.
“Apakah terlalu bodoh untuk menunggu?”
“Tidak. Manusia yang memiliki berjuta-juta keinginan akan sanggup
menunggu untuk sebuah harapan yang terkadang tidak selalu terjadi. Harapan akan
cinta inilah yang membuat manusia tegar, dalam diam maupun dalam helaan nafas.”
Ketika cinta yang begitu besar
tak dibalas dengan sepadan, masih haruskah kita mempertahankan rasa yang tak
bermasa depan? Tak salah rasanya jika kita turut berpegang. Bahwa seseorang tak
bisa meminta orang lain untuk memilih mencintai atau tidak mencintai diri kita.
Jangan salahkan apa pun saat kita jatuh cinta. Seperti simpul terikat mati,
takdir sudah mengikat, bahkan air mata pun tak mampu menggoyahkan keputusan
itu. Ya, jatuh cinta adalah bagian dari sepotong rencana takdir. Percaya saja
selalu ada akhir yang manis.
Luar biasa sekali saat kita
membaca kisah cinta Yakub dan Rahel. Mereka mengalami banyak cobaan gara-gara Ayah
Rahel yang licik. Yakub harus menunggu beberapa tahun lamanya untuk mendapatkan
Rahel!
Sebenarnya ujian tersulit saat
berpacaran adalah waktu. Banyak hubungan berpacaran yang tak bertahan lama,
karena ternyata cinta mereka hanyalah cinta sesaat. Namun Yakub membuktikan
cintanya pada Rahel dengan berani menunggu. Inilah cinta sejati yang teruji
dengan waktu.
Bagaimana dengan kalian,
sanggupkah waktu meleburkan cinta kalian? Abadikah cinta kita itu seperti cinta
Yakub? Memang kita sering mengalami cinta monyet, cinta sesaat, yang hanya
bertahan seumur jagung. Namun cinta semacam itu bukanlah cinta yang dikehendaki
Tuhan. Tuhan Yesus menghendaki kita semua mencintai dengan tulus dan murni.
Hanya cinta yang tulus yang sanggup mengalahkan semua tantangan dan waktu.
Kerap cinta yang sejati pasti melalui banyak ujian, dan memerlukan banyak
pengorbanan. Dan cinta sejati pasti lulus ujian dan berakhir dengan selamat
sampai pada pelabuhan cinta.
Hanya cinta yang tulus yang
sanggup mengalahkan waktu. “Tuhan Yesus, jadikan aku orang yang setia setiap
waktu. Berikan aku kekuatan jika memang aku harus menunggu
0 comments: